Halaman

Minggu, 15 April 2012

makna dan tujuan pendidikan islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Alquran dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan mengklasifikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata (Muhammad Syaltut). Oleh karena pendidikan termasuk amal nyata, maka pendidikan tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang muamalah. Dalam Alquran (Q.S. 31: 12-15). Banyak ayat yang berkenaan dengan pendidikan. Tim penyusun buku Ilmu Pendidikan Islam memberikan contoh dengan menggunakan kisah Lukman ketika mendidik anak-anaknya (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1982/1983:20). Hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Sebagai bantahan pendapat yang meragukan terhadap adanya aspek pendidikan dalam Alquran. Abdul Rahman Saleh Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah yang berasal dari kata “Rabb”(mendidik dan memelihara) banyak terdapat dalam Alquran; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam Alquran menunjukkan bahwa dalam Alquran tidak mengabaikan konsep-konsep yang menunjukkan kepada pendidikan (Departemen P & K, 1990:291). Hadis, juga banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan Islam. Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Alquran. BAB II PEMBAHASAN A. Makna Dan Tujuan Pendidikan Islam Pada Konferensi Dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Makkah, pada April 1971, ketika tampil sebagai salah seorang pembicara utama dan mengetuai komite yang membahas cita-cita dan tujuan pendidikan, secara sistematis al-Attas mengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti menjadi penanaman adab dan istilah pendidikan dalam Islam menjadi ta’dib. Secara tegas, menurut al-Attas pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Dalam hal ini, “suatu proses penanaman” mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut sebagai ‘pendidikan’ secara bertahap. Sedangkan, “sesuatu” mengacu pada kandungan yang ditanamkan; dan “diri manusia” mengacu pada penerima proses dan kandungan itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang, yang ini disebut dengan ta’dib. Dalam konteks ilmu, adab berarti disiplin intelektual yang mengenal dan mengakui adanya hierarki ilmu berdasarkan kriteria tingkat-tingkat keluhuran dan kemuliaan, yang memungkinkannya mengenal dan mengakui, bahwa seseorang yang pengetahuannya berdasarkan wahyu itu jauh lebih luhur dan mulia dari pada mereka yang pengetahuannya berdasarkan akal; bahwasanya fardu ‘ain adalah jauh lebih tinggi dari pada fardu kifayah; dan bahwasanya segala sesuatu yang berisi petunjuk kehidupan jauh lebih mulia dari pada segala sesuatu yang dipakai dalam kehidupan. Adab dalam ilmu pengetahuan akan menghasilkan cara-cara yang tepat dan benar dalam belajar dan penerapan pelbagai bidang sains yang berbeda. Seirama dengan ini, rasa hormat terhadap para sarjana dan guru dengan sendirinya merupakan salah satu pengejawantahan langsung dari adab terhadap ilmu pengetahuan. Dengan demikian tujuan yang sebenarnya dalam upaya pencarian ilmu dan pendidikan adalah agar seseorang bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan di akherat. B. Konsep Pendidikan Islam Konsep pendidikan Islam yang diajarkan Nabi Saw dapat disimak dalam hadis trilogi agama; Islam, Iman dan Ihsan. Hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab ini menyebutkan, ketika Nabi Saw sedang mengadakan halaqah taklim di Masjid Nabawi, tiba-tiba datang seorang musafir berpakaian serba putih—yang belakangan diketahui malaikat Jibril AS—dengan sikap yang sangat sopan sebagai seorang murid bertanya kepada gurunya. Ada tiga hal yang ditanyakan Jibril; islam, iman dan ihsan. Nabi Saw menjawab, Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke tanah suci bagi yang mampu. Iman adalah percaya dan yakin kepada Allah, para malaikat, Kitab-kitab yang diturunkan, para rasul, hari kiamat dan takdir baik dan buruk dari Allah. Sedang ihsan adalah menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, bila engkau tidak dapat melihat-Nya, yakinlah Dia tetap melihatmu. Berikutnya Nabi Saw ditanya tentang waktu hari kiamat. Beliau menjawab tidak tahu, tapi kemudian menjelaskan tanda-tandanya secara rinci. Dalam hadis ini dapat disimpulkan bahwa konsep dan materi pendidikan Islam harus mencakup tiga hal; Islam, Iman dan Ihsan. Islam sebagai gambaran perilaku peserta didik yang meliputi hubungan vertikal dan hubungan horizontal yang tergambar dalam rukun-rukun Islam. Iman menandakan kepatuhan dan keyakinan tentang inti nilai pendidikan Islam yang selalu bermuara pada hakekat hidup; mengabdi kepada Allah. Sedangkan Ihsan merupakan pengejawantahan nilai-nilai Islam dan Iman yang tertanam dalam bentuk perilaku nyata yang terwujud dalam etika dan akhlaq. Seorang muhsin adalah orang yang selalu mewujudkan kebaikan di mana pun, kapan pun dan kepada siapa pun, dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan balasan. C. Nilai-nilai pendidikan Islam Dalam buku At-Tarbiyah ad-Diniyah al-Islamiyyah baina al-Ashalah wa al-Mu`asharah, karya Fathi Ali Yunis dkk, disebutkan pendidikan Islam memiliki beberapa ciri khas: Karakter ketuhanan (thabi`iyah ilahiyyah); aspek-aspek pendidikan dalam Islam menyentuh sisi akidah, ibadah, muamalah yang kesemuanya bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Komprehensif (at-Takamul), menyentuh berbagai aspek; rohani-jasmani, akidah-syari`ah, ilmu dan amal. Realistik (Waqi`iyyah), pendidikan Islam menyentuh realitas hidup manusia. Universal (`Alamiyyah) mencakup waktu, tempat, dan umat. Pendidikan Islam senantiasa relevan dengan zaman, tempat dan bangsa. Menyatukan antara yang permanen dengan yang dinamis (al-Jam`u baina ats-Tsabat wa-al-murunah). Akidah bersifat permanen, sedangkan mu’amalah dan hal-hal furu’iyah sangat dinamis. Agar pendidikan kemasyarakatan dapat mencapai target yang optimal, Ibnu Khaldun seorang sosilog muslim dalam al-Muqaddimah-nya, memberikan beberapa prinsip pendidikan masyarakat : 1. Prinsip kausalitas (as-Sababiyah). Hukum kausalitas adalah sistem yang diciptakan Allah dalam alam semesta. Dalam dunia pendidikan akan selalu dijumpai beragam watak, tabiat dan kemampuan manusia. Dalam hal ini Rasulullah Saw memberikan arahannya, “Kami para Nabi diperintahkan untuk berbicara kepada umat sesuai dengan kadar pemahamannya.” 2. Prinsip rasionalitas (al-`Aqlaniyyah). Rasionalitas adalah kemampuan akal dalam memahami dan menangkap ilmu pengetahuan. 3. Prinsip format dan isi (as-Surah wa al-Muhtawa). Format adalah gambaran nyata, sedangkan isi adalah informasi yang akan dicapai. Artinya menggunakan wasa’il al-idhah dalam menyampaikan pesan atau informasi. Al-Qur’an dan al-hadis banyak menggunakan matsal (perumpamaan) dengan term taysbih (penyerupaan), kinayah (kiasan) dalam menyampaikan makna yang dimaksud dalam pemahaman ajaran agama. 4. Prinsip fleksibilitas (al-Taghayyur). Dunia ini sangat dinamis, selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Demikian pula dengan manusia sebagai pelaku utama di dunia ini pasti mengalami perubahan dari satu masa ke masa, dari satu generasi ke generasi. 5. Prinsip-prinsip pendidikan yang diambil dari realitas pendidikan yang berlaku Masyarakat Islam pada dasarnya adalah masyarakat pendidik, saling mengingatkan satu sama lain. Al-Qur’an telah menggambarkan kriteria masyarakat Islam dalam surat Ali `Imran: 110, “Kalian adalah umat terbaik yang pernah ada, karena saling mengajak kepada kebaikan, mencegah dari kemunkaran, dan beriman kepada Allah.” Masyarakat Madinah yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar merupakan contoh nyata masyarakat Islam yang ideal. Sedangkan target pendidikan Islam yang akan dicapai menurut Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, adalah sebagai berikut : 1. Mendekatkan diri kepada Allah, dengan sikap tawadhu’. 2. Mendapatkan ilmu yang bermanfaat, yang dapat mengantarkan pemiliknya menjadi orang saleh, karena hakekat kebahagian di dunia dan akherat adalah ilmu pengetahuan. Berakhlak mulia. Karena akhlak mulia adalah tujuan diutusnya para nabi dan rasul. Hal ini ditegaskan Nabi Saw, “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Dengan demikian pendidikan yang telah dicontohkan Nabi Saw, baik kandungan maupun metodenya dapat ditiru oleh umatnya, sehingga ‘baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur’ dapat tercapa BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Konsep pendidikan Islam yang diajarkan Nabi Saw dapat disimak dalam hadis trilogi agama; Islam, Iman dan Ihsan. Hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab ini menyebutkan, ketika Nabi Saw sedang mengadakan halaqah taklim di Masjid Nabawi, tiba-tiba datang seorang musafir berpakaian serba putih—yang belakangan diketahui malaikat Jibril AS—dengan sikap yang sangat sopan sebagai seorang murid bertanya kepada gurunya. Ada tiga hal yang ditanyakan Jibril; islam, iman dan ihsan. Nabi Saw menjawab, Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke tanah suci bagi yang mampu. Dalam hadis ini dapat disimpulkan bahwa konsep dan materi pendidikan Islam harus mencakup tiga hal; Islam, Iman dan Ihsan. Islam sebagai gambaran perilaku peserta didik yang meliputi hubungan vertikal dan hubungan horizontal yang tergambar dalam rukun-rukun Islam. Iman menandakan kepatuhan dan keyakinan tentang inti nilai pendidikan Islam yang selalu bermuara pada hakekat hidup; mengabdi kepada Allah. Sedangkan Ihsan merupakan pengejawantahan nilai-nilai Islam dan Iman yang tertanam dalam bentuk perilaku nyata yang terwujud dalam etika dan akhlaq. Seorang muhsin adalah orang yang selalu mewujudkan kebaikan di mana pun, kapan pun dan kepada siapa pun, dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan balasan. DAFTAR PUSTAKA Naquib al Attas, Muhammad, Dilema Kaum Muslimin cet.1.(Surabaya : PT. Bina Ilmu,1986) Konsep Pendidikan Dalam Islam : Suatu Rangka Fikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Cet. IV. (Bandung : Mizan,1994) ¬¬¬¬¬¬¬ Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam Muhammad Naquib al-Attas,cet.1(Bandung : Mizan, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar